Monday, July 29, 2013

Sang Komprador Hutan

SANG KOMPRADOR



Diantara semilir angin pegunungan
Diantara batas hutan  dan pemukiman
Diantara tetes keringat  petani malang
Sayup terdengar isak generasiku
Renungi alam …semakin  gersang
Oh….hutan semakin tak berdaya
Saksi bisu tingkah laku manusia
Tebang habis tinggalkan kehancuran
Tak perduli nasib anaknya
Tak perduli nasib  cucunya
Tak perduli nasib generasi  nanti

Diantara damainya suasana desa
Hutan tropis…canda satwa
Gemerincik air pancuran
Dan bau tanah yang menggairahkan
Sekelompok petani bersarung ..menabur benih
Harap benih jadi pepohonan
Pepohonan yang kelak jadi belantara

Sementara di ujung seberang desa
Sekelompok perambah hutan
Dan bukan petani
Berdasi…aksi…melangkah pasti
Berlomba mengukur alam
Berbekal HPH yang mungkin bermakna
Habisi Penghuni Hutan
Selembar surat sakti berharga sekian  juta
Jabat  tangan bersatu mencincang alam
Menyulap mahoni, angsana, meranti, kaliandra, jati
Ekaliptus, gmelina, sengon, agathis, pinus
dan lain lain…..dan lainnya-lainnya
Menjadi…sim salabim….
Pulp, partikel board, triplex, tiang, papan, korek api,
 mobil, villa, deposito dan lain lain………dan lain lain
dan berkibarlah benderamu
lambang suci yang tak gagah lagi

Diantara batas belantara dan gubuk petani
Sekelompok perambah  hutan
Punya rancangan dan izin merusak
Punya teknisi…praktisi dan amunisi
Mengangkangi adat…habitat dan aparat
Menebang dengan sejuta alasan
Demi kepentingan negeri tercinta
Demi kejayaan bangsa di mata dunia
Demi peningkatan devisa negara
Dan masih banyak sejuta alasan yang terprogram
Siap dimuntahkannya dengan satu gerakan telunjuk

Sementara sang  tehnisi  tahu
Menanam adalah deret hitung
Dan sang praktisi tahu
Menebang adalah deret ukur

Diantara semilir angin pegunungan
Sekelompok petani… lapar dan masih bersarung
Sujud di atas lahan yang bukan miliknya
Lemah berdoa…ya Allah…ya Rabbi
Sadarkan mereka dari kebodohan makna lingkungan
Buka mata hati mereka…beri mereka rasa
Agar bisa mendengar apa kata alam
Agar bisa membaca tanda-tanda kemarahan alam.

Lihat…apa yang terjadi
Air hujan menampar sesuka hati
Tiupan angin menerjang tanpa halangan
Air-air pancuran tak lagi menetes
Anak-anak satwa yang kehilangan tempat berteduh
Dan ayunan cangkul petani
Yang semakin lemah menerjang batu

Dialam sana
Diantara ada dan tiada
Sekelompok perambah hutan
Tanpa sarung tanpa dasi
Menjerit tanpa ada yang mendengar
Meratap tanpa suara yang terdengar
Lirih penuh sesal berbisik
Anakku….
Maafkan kami yang tak bisa menjaga alam
Titipan yang kalian pinjamkan kepada kami

AziilAnwar
Majene, 4 November 1996
Pencipta puisi ini memperoleh penghargaan Kalpataru pada tahun 2003

Sandeq Ariongatta


 Iya cinna ateu
dzi lalang di pamaiu
Meloa namappalambi
Massananga maapunnai
Ilalang sajarahmu
Lopi keccu siola sawinna
Sandeq ariongatta

Takkalai usombalang
Dotai lele ruppu
Dari tia natuali dilolangang
Tania passombal mua’ mappelinoi
Lembong di tia …. Mepadottong lawuang

Mua naruao lembong narua toa’,
Tumbiringo’o na mallewaima’,
Tallango’o na mattimbaima,
Nyawa siandarang, cera’ silolonggi

Oh sandeq – sandeq’u
Kakkari dai sobalmu
Oh sandeq – sandeq’u
Maui pole lembong tallu
Sitonda….. talippurrus
Somombal toa’ ma’itai dalle’


Binanga, 12 Januari 2013